Pernah kebayang nggak gimana jadinya kalau peta zaman dulu masih digambar pakai tangan satu per satu? Kartografi, atau ilmu tentang pembuatan peta, ternyata sudah ada sejak manusia mulai ingin tahu “ada apa sih di balik gunung sana?”. Menariknya, kartografi disebut ilmu yang tua sekaligus muda. Tua karena sudah ada sejak ribuan tahun lalu, tapi muda karena terus berkembang mengikuti inovasi dan teknologi terbaru.
Kalau dulu peta hanya berfungsi sebagai alat komunikasi sederhana, sekarang peta sudah berubah jadi media analisis dan visualisasi data yang sangat penting. Mulai dari pengukuran lapangan, perencanaan tata kota, hingga analisis risiko bencana, semua memerlukan kartografi yang akurat dan mudah dipahami.
Menurut Morrison (1980), ada tiga fase penting dalam perjalanan kartografi menghadapi perubahan teknologi. Pertama adalah fase keengganan, saat para kartografer masih nyaman dengan metode lama seperti fotografis dan foto mekanis. Kedua adalah fase peniruan, yaitu ketika teknologi baru mulai diterapkan tapi masih meniru cara kerja lama. Misalnya, pada awal munculnya komputer, kartografer menggunakan pen plotter dan meja digitasi untuk membantu menggambar peta. Ketiga adalah fase pemanfaatan penuh, di mana teknologi digital akhirnya digunakan secara menyeluruh dan menggantikan metode tradisional.
Perkembangan kartografi
Perkembangan kartografi digital mulai terlihat sejak tahun 1960-an, saat teknologi komputer digunakan dalam bidang Visualization in Scientific Computing (ViSc) dan Geographic Information System (GIS). Konsep computer mapping yang lahir di masa itu menjadi cikal bakal GIS modern, memungkinkan analisis spasial yang lebih efisien dan akurat (Steinitz, 1993).
Tahun 1980-an membawa perubahan besar dengan hadirnya Computer-Aided Drawing (CAD) yang awalnya digunakan di bidang teknik. Teknologi ini membuka jalan menuju transisi dari peta kertas ke peta digital. Namun pada masa itu, peta digital masih merupakan hasil digitalisasi dari peta analog, sehingga belum sepenuhnya memanfaatkan keunggulan sistem digital.
Memasuki dekade 1990-an, muncul perangkat lunak GIS seperti ArcInfo yang menjadi tonggak penting dalam sejarah kartografi digital. Software ini memungkinkan peta digunakan bukan hanya sebagai gambar, tapi juga sebagai sarana analisis spasial dan pembuatan peta tematik. Meski tampilan visualnya masih terbatas, langkah ini menjadi fondasi penting bagi peta digital modern yang kita kenal sekarang.
Perangkat lunak desktop publishing seperti ArcGIS (ESRI), QGIS, Global Mapper, juga turut mempercepat kemajuan kartografi digital. Dari sinilah muncul istilah desktop cartography, yaitu proses pembuatan peta menggunakan perangkat lunak desain. Teknologi ini membuat penyimbolan, pewarnaan, dan tata letak peta bisa dilakukan lebih cepat dan efisien dibandingkan cara manual yang memakan waktu lama.
Menjelang akhir abad ke-20, kemajuan teknologi GIS semakin pesat dalam dua aspek utama: manajemen data dan visualisasi. Dalam aspek manajemen data, peta digital tidak lagi hanya berisi gambar, melainkan menyimpan beragam informasi spasial yang saling terhubung dalam basis data. Dalam aspek visualisasi, kemajuan computer graphics memungkinkan peta digital tampil lebih realistis, informatif, dan menarik, baik dalam bentuk cetak maupun digital.
Evolusi dari peta manual hingga peta digital membuktikan bahwa kartografi bukan sekadar adaptasi terhadap teknologi, melainkan bagian penting dari transformasi ilmu spasial modern. Kini, dengan kehadiran GNSS, drone mapping, dan pemodelan 3D, dunia kartografi semakin membuka peluang baru dalam memahami dan memetakan bumi secara lebih akurat dan efisien.
Ingin tahu lebih dalam tentang dunia kartografi dan teknologi pemetaan digital masa kini?
Ikuti terus konten edukatif dari Hi Target Indonesia di Instagram!
Di sini, kamu nggak cuma belajar tentang peta, tapi juga tentang bagaimana teknologi bisa memetakan masa depan.
Follow @hitarget.indonesia buat update teknologi survei & pemetaan terkini!
Penulis: Herlina
Referensi:
- Morrison, J. L. (1980). The adoption of new technology in cartography.
- Steinitz, C. (1993). Visualization in Scientific Computing and Geographic Information Systems.
- Hadwi Soendjojo, Akhmad Riqqi. Kartografi Edisi Kedua. Institut Teknologi Bandung.
- Sumber Gambar: kuliahdimana.id


